Malam itu, aku masih ingat betul. Kangmasku berpesan panjang lebar lewat udara. Mengetahui keadaan adiknya yang begitu miris ini pastilah dia sangat prihatin. Oke, aku mungkin berbeda dengan kangmasku yang sangat telaten, rajin dan sangat berbakti kepada ibu dan bapak.
Katanya, aku harus rajin, stop malas-malasan. Kasian ibu yang banting tulang buat kamu kuliah tapi kamunya malah santai-santai, nduk. Semestermu ini kalo ketinggalan susah ngejarnya.
Katanya, mau jadi apa kamu kalo ipnya rendah, cari kerja susah.
Katanya, ngapain ikut kegiatan aneh-aneh, wong nantinya yang dibutuhin kalo kerja juga tetep otak. Kurangi kegiatanmu, jaga kesehatan. Kuliah kok malah sakit-sakitan terus.
Love you my brothers :’)
Paginya, jengjeeeeng. Tante datang ke rumah dan tiba-tiba berkata,” Sinau yang rajin yo nduk cah ayu, dadi contoh nggo adhimu lho”.
*sumpah ini nulis sambil ngelap ingus*
Rasanya pengen nangis, segitunya kah mereka merasakan apa yang aku alami? Aku juga lelah mas, tante. Tapi bagaimana lagi, tiap aku ingin mengakhiri, selalu datang yang lain silih berganti 😦